Apakah seorang milyarder bisa disebut zuhud? Tentu saja kita perlu pahami arti zuhud terlebih dahulu.
Keutamaan Zuhud
Keutamaannya sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini.
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِىِّ قَالَ أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ دُلَّنِى عَلَى عَمَلٍ إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِىَ اللَّهُ وَأَحَبَّنِىَ النَّاسُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ازْهَدْ فِى الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ وَازْهَدْ فِيمَا فِى أَيْدِى النَّاسِ يُحِبُّوكَ ».
Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idiy, ia berkata ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang apabila aku melakukannya, maka Allah akan mencintaiku dan begitu pula manusia.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah pada dunia, Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia, manusia pun akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah no. 4102. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Jika ingin mendapatkan cinta Allah dan cinta dari sesama, maka milikilah sifat zuhud yaitu zuhud terhadap dunia dan zuhud.
Apa yang Dimaksud Zuhud?
Para ulama punya beberapa ungkapan ketika menafsirkan atau menggambarkan apa yang dimaksud zuhud.
Menurut Ibnu Rajab, zuhud terhadap sesuatu berarti berpaling dan mempersedikit dan mengacuhkannya. (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 179).
Zuhud pun perlu dipahami adalah amalan hati, bukan sesuatu yang ditampakkan dalam jawarih (anggota badan). Sebagaimana kata Abu Sulaiman, “Engkau tidak bisa menyematkan sifat zuhud pada seorang pun karena zuhud adalah amalan hati.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 180).
Bukti zuhud itu adalah amalan hati dapat kita saksikan dari perkataan Abu Dzar, di mana ia mengatakan,
الزَّهَادَةُ فِى الدُّنْيَا لَيْسَتْ بِتَحْرِيمِ الْحَلاَلِ وَلاَ إِضَاعَةِ الْمَالِ وَلَكِنَّ الزَّهَادَةَ فِى الدُّنْيَا أَنْ لاَ تَكُونَ بِمَا فِى يَدَيْكَ أَوْثَقَ مِمَّا فِى يَدَىِ اللَّهِ وَأَنْ تَكُونَ فِى ثَوَابِ الْمُصِيبَةِ إِذَا أَنْتَ أُصِبْتَ بِهَا أَرْغَبَ فِيهَا لَوْ أَنَّهَا أُبْقِيَتْ لَكَ
“Orang yang zuhud terhadap dunia bukan berarti mengharamkan yang halal dan bukan juga menyia-nyiakan harta. Akan tetapi zuhud terhadap dunia adalah:
1- engkau begitu yakin terhadap apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu.
2- ketika engkau tertimpa musibah, engkau lebih mengharap pahala dari musibah tersebut daripada kembalinya dunia itu lagi padamu. (HR. Tirmidzi no. 2340 dan Ibnu Majah no. 4100. Abu Isa berkata: Hadits ini gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalur sanad ini, adapun Abu Idris Al Khaulani namanya adalah A’idzullah bin ‘Abdullah, sedangkan ‘Amru bin Waqid dia adalah seorang yang munkar haditsnya. Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Yang tepat riwayat ini mauquf -hanya perkataan Abu Dzar- sebagaimana dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Az Zuhd.” Lihat Jaami’ul Ulum wal Hikam, 2: 179).
Zuhud juga diungkapkan oleh Al Hasan Al Bashri, “Seseorang disebut zuhud jika melihat yang lainnya selalu ia katakan, “Ia lebih baik dariku.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2; 183).
Kata Ibnu Rajab yang dimaksud dengan perkataan Al Hasan adalah pengungkapan zuhud yang tidak mau dirinya sendiri dipuji.
Wahib bin Al Warad mengungkapkan, “Zuhud adalah tidak berputus asa dengan sesuatu yang luput dan tidak merasa bangga dengan sesuatu yang diperoleh.” (Idem)
Intinya dunia dan akhirat sulit untuk bersatu. Kecintaan pada dunia akan membuat hati jauh dari akhirat. Wahb mengatakan,
إنَّما الدُّنيا والآخرة كرجلٍ له امرأتانِ : إنْ أرضى إحداهما أسخط الأخرى
“Dunia dan akhirat itu ibarat seseorang yang memiliki dua istri. Jika ia lebih condong mencintai satunya, maka tentu yang lain akan murka.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 203).
Zuhud Apakah Identik dengan Miskin?
Zuhud terhadap dunia tidaklah identik dengan miskin. Ibnu Rajab menyebutkan bahwa zuhud terhadap dunia ada beberapa macam:
1- Ada yang mendapatkan dunia dan memanfaatkannya untuk ibadah pada Allah. Inilah yang terdapat pada kebanyakan sahabat seperti ‘Utsman dan ‘Abdurrahman bin ‘Auf. Mereka menafkahkan harta mereka di jalan Allah, namun mereka tetap beribadah pada Allah dengan hati mereka.
2- Ada yang mencari dunia dan mengeluarkannya tanpa menahannya sama sekali.
3- Ada yang enggan berlebihan dalam memiliki keistimewaan dunia, ia enggan mencarinya dalam keadaan ia mampu ataukah tidak. (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 196).
Kalau kita perhatikan sahabat seperti Utsman dan Abdurrahman bin Auf bukanlah orang yang miskin namun mereka masih disebut orang yang zuhud.
Soeorang Milyarder Bisakah Termasuk Orang yang Zuhud?
Merujuk pada pembahasan di atas, bisakah seorang milyarder yang bergelimpangan harta disebut zuhud. Jawabannya, bisa saja.
Ibnu Rajab menerangkan bahwa zuhud juga bisa pada seseorang yang keadaannya ketika hartanya bertambah atau berkurang, keadaannya sama saja.
Apa yang dimaksud di sini dapat dilihat pada perkataan Imam Ahmad berikut. Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin (2: 11) menyebutkan,
وقال الإمام أحمد الزهد في الدنيا قصر الأمل وعنه رواية أخرى : أنه عدم فرحه بإقبالها ولا حزنه على إدبارها فإنه سئل عن الرجل يكون معه ألف دينار هل يكون زاهدا فقال : نعم على شريطة أن لا يفرح إذا زادت ولا يحزن إذا نقصت
“Imam Ahmad berkata mengenai zuhud di dunia adalah sedikit angan-angan. Dalam riwayat lainnya disebutkan, “Ketika mendapatkan sesuatu tidaklah terlalu bergembira. Ketika luput dari sesuatu tidaklah bersedih.”
Imam Ahmad pernah ditanya mengenai seseorang yang memiliki uang 1000 dinar (2,5 Milyar rupiah[1]). Apakah ia bisa disebut sebagai orang yang zuhud? Jawab beliau, “Iya, bisa saja asalkan ia tidaklah terlalu berbangga bertambahnya harta dan tidaklah terlalu bersedih harta yang berkurang.”
Ibnul Qayyim mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
الزهد ترك مالا ينفع في الآخرة والورع : ترك ما تخاف ضرره في الآخرة
“Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat. Sedangkan wara’ adalah meninggalkan sesuatu yang membawa mudarat di akhirat.” (Madarijus Salikin, 2: 10).
Ibnul Qayyim lantas berkata, “Itulah pengertian zuhud dan wara’ yang paling bagus dan paling mencakup.” (Idem).
Jadi kalau dengan harta bisa membawa manfaat untuk akhirat seseorang, membuat ia banyak memberikan manfaat dengan hartanya, semakin mendekatkan dirinya pada Allah, serta menjauhkan ia dari kesia-siaan, walaupun milyarder sekalipun, bisa disebut orang yang zuhud.
Semoga Allah menganugerahkan kita sifat zuhud.
Referensi:
Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan kesepuluh, tahun 1432 H.
Minhatul ‘Allam fii Syarh Bulughil Marom, Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al Fauzan, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, tahun 1432 H.
[1] 20 dinar seperti pada nishab zakat emas adalah sekitar 50 juta rupiah, berarti 1000 dinar adalah senilai 2,5 Milyar rupiah.
—
Selesai disusun di Panggang, Gunungkidul, 10 Safar 1436 H
Akhukum fillah: M. Abduh Tuasikal
Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal, Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom
# Segera pesan buku terbaru Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal yang membicarakan masalah natal dengan judul “Natal, Hari Raya Siapa?” di Toko Online Ruwaifi.Com via sms +62 852 00 171 222 atau BB 27EACDF5 atau WA +62 8222 604 2114. Kirim format pesan: buku natal#nama pemesan#alamat#no HP#jumlah buku. Harga Rp.8.000,- (belum termasuk ongkir). Pesan banyak akan mendapatkan diskon menarik.
Saat ini masjid pesantren binaan Ustadz M. Abduh Tuasikal sedang direnovasi (dijadikan dua lantai) dan membutuhkan dana sekitar 1,5 Milyar rupiah. Dana yang masih kurang untuk pembangunan tahap kedua, dibutuhkan sekitar 850 juta rupiah.
Bagi yang ingin menyalurkan donasi renovasi masjid, silakan ditransfer ke: (1) BCA: 8610123881, (2) BNI Syariah: 0194475165, (3) BSM: 3107011155, (4) BRI: 0029-01-101480-50-9 [semua atas nama: Muhammad Abduh Tuasikal].
Jika sudah transfer, silakan konfirmasi ke nomor 0823 139 50 500 dengan contoh sms konfirmasi: Rini# Jogja# Rp.3.000.000#BCA#20 Mei 2012#renovasi masjid. Laporan donasi, silakan cek di sini.